Drama
dimaksudkan sebagai karya sastra yang dirancang untuk dipentaskan di panggung
oleh para aktor di pentas. Genre sastra drama di Indonesia benar-benar baru,
seiring dengan perkembangan pendidikan di Indonesia, muncul pada tahun
1900-an.Sastra drama di Indonesia ditulis pada awal abad 19, tepatnya tahun
1901, oleh seorang peranakan Belanda bernama F. Wiggers, berupa sebuah drama
satu babak berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno. kemudian bermunculanlah
naskah-naskah drama dalam bahasa Melayu Rendah yang ditulis oleh para pengarang
peranakan Belanda dan/ atau Tionghoa. Sejarah perkembangan drama di Indonesia
dipilah menjadi sejarah perkembangan penulisan drama dan sejarah perkembangan
teater di Indonesia. Sejarah perkembangan penulisan drama meliputi:
1. Periode Drama Melayu-Rendah
2. Periode Drama Pujangga Baru
3. Periode Drama Zaman Jepang
4. Periode Drama Sesudah Kemerdekaan
1. Periode Drama Melayu-Rendah
Dalam
Periode Melayu-Rendah penulis lakonnya didominasi oleh pengarang drama Belanda
peranakan dan Tionghoa peranakan. Sepanjang tahun 1930-an para dramawan pribumi
kita umumnya adalah sastrawan yang tidak begitu akrab dengan seni pertunjukan
sehingga naskah-naskah yang mereka buat digolongkan dalam drama kamar, jenis
yang lebih merupakan bacaan daripada bahan pementasan. Para sastrawan muda
angkatan Sanusi Pane mendapatkan pendidikan di sekolah menengah Belanda yang
memberikan pengetahuan mengenai kesenian sekitar tahun 1880-an di negeri itu. Itulah
sebabnya angkatan 1880-an yang muncul di negeri Belanda menjadi acuan bagi
perkembangan drama romantic di Indonesia.
2. Periode Drama Pujangga Baru
Dalam Periode Drama Pujangga Baru lahirlah Bebasari
karya Roestam Effendi sebagai lakon simbolis yang pertama kali ditulis oleh
pengarang Indonesia. Bebasari adalah drama yang mempropogandakan gagasan
kemerdekaan sebagai lakon simbolis.
3. Periode Drama Zaman Jepang
Dalam
Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus disertai naskah
lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan. Dengan adanya sensor
ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di pihak lain justru
memacu munculnya naskah drama. Perkembangan drama boleh dikatakan praktis
berubah ke arah lain ketika pada awal tahun 1940-an para pemerintah Jepang
menguasai militer Indonesia dan menentukan dengan tegas bahwa segala jenis
seni, tak terkecuali pertunjukkan, harus dipergunakan sebagai alat propaganda
untuk mendukung gagasan Asia Timur RayaDalam Periode Drama Zaman Jepang setiap pementasan drama harus disertai
naskah lengkap untuk disensor terlebih dulu sebelum dipentaskan, dengan adanya
sensor ini, di satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di pihak lain
justru memacu munculnya naskah drama. Drama pada masa ini hanya dipergunakan
sebagai alat propaganda untuk mendukung gagasan Asia Timur Raya.
4. Periode Drama Sesudah Kemerdekaan
Pada
Periode Drama Sesudah Kemerdekaan naskah-naskah drama yang dihasilkan sudah
lebih baik dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya
Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama yang produktif dan berkualitas baik
adalah Utuy Tatang Sontani, Motinggo Boesye dan Rendra.
5. Periode Drama Mutakhir.
Pada Periode Mutakhir peran TIM dan DKJ menjadi sangat
menonjol. Terjadi pembaruan dalam struktur drama. Pada umumnya tidak memiliki
cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-tokohnya tidak jelas identitasnya, dan bersifat
nontematis. Penulis-penulis dramanya yang terkenal antara lain Rendra, Arifin
C. Noer, Putu Wijaya, dan Riantiarno.
izin copas
BalasHapusTq
BalasHapusMakaciiih ��������
BalasHapusMakaciiih ��������
BalasHapusFootnotenya gak ada yah???
BalasHapusMksiii
BalasHapusMakasih..
BalasHapusIjin copas ya
terimaksih, ijin copy-paste author
BalasHapus